Saturday, October 4, 2014

Jurnalistik



Kesenian Jaran Kepang Pada Saat Resepsi Pernikahan Di Desa Mendoyo Dangin Tukad Banjar Delod Pempatan
Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalan tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang digelung atau dikepang. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatra Utara dan beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia, Surinama, Hongkong, Jepang dan Amerika.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau dikepang, sehingga pada masyarakat Jawa sering di sebut sebagai jaran kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Konon tari kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor emas serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan Bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan Lodaya pada serial legenda Reyog ke 8.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu bekembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Jaran Kepang yang berada di desa delod pempatan, Kecamatan Mendoyo, Bali didirikan pada tahun 1968. Awal mula keberadaan Jaran Kepang ini di bentuk pada saat itu adalah Rukun Truna (Truna-truni). Pada saat itu warga masyarakat desa delod pempatan ini tidak memiliki biaya dalam proses pembuatannya. Hingga akhirnya di sponsori oleh Bapak Wayan Sentra. Sehingga salah satu masyarakat disana bersedia untuk membantu untuk membuat jaran yang pertama kalinya bernama Kumpik Sinih (alm) dan terus di lestarikan oleh muda-mudi khusus desa delod pempatan saja. Jaran kepang yang berada di desa delod pempatan ini hanya sebagai kesenian yang sekarang di sakralkan keberadaannya. Karena hanya desa tersebut yang mempergunakan Jaran Kepang tersebut. Jaran Kepang ini sama halnya sang pengantin, terdiri dari Jaran Kepang Hitam yang melambangkan seorang laki-laki. Sedangkan Jaran Kepang putih di lambangkan sebagai simbol wanita.Jaran Kepang ini hanya dijadikan kesenian dan tradisi pengantenan dan dipakai pada saat mesakapan sewaktu sang mempelai pulang kerumahnya oleh masyarakat setempat. Seseorang maupun masyarakat setempat yang yang menunggangi Jaran Kepang tersebut akan kesurupan. Sama halnya pada Jaran Kepang yang berada di pulau Jawa.
Kesenian ataupun tradisi Jaran Kepang ini sampai saat ini belum ada cerita tertulis atau lontar hanya cerita secara lisan saja yang beredar di masyarakat. Jaran Kepang yang beraada di desa saya ini memakai topeng (tapel). Topeng yang digunakan hanya menutupi setengah wajah dari si pemakainya. Ketika sang penunggang kuda memakai topeng kudanya dan gambelan bleganjur yang mengirinya di mulai , maka seketika iya pun langsung kakinya tidak bisa diam. Layaknya seperti kuda yang yang mau kawin kesana kemari. Tetapi anehnya ingatan para penunggang Jaran Kepang ini tetap sadar tidak ada istilah lupa ingatan dalam memainkan Jaran Kepang ini. Hanya kakinya saja yang tidak bisa terkontrol. Tetapi beberapa penunggangnya ada pula yang kesurupan total. Pada suatu ketika Jaran Kepang ini dipinjam oleh Pekak Bares (alm) dipakai untuk mengiringi arisan atau lomba layang-layang pada saat itu. Jaran Kepang ini di gunakan sebagai arak-arakan lomba. Biasanya memakai kuda. Tetapi berhubungan kuda yang dipakai itu mati, maka dipinjamlah replikanya atau Jaran Kepang ini. Jaran Kepang ini sangat lama dipinjam oleh Pekak Bares. Pada saat proses layang-layang berlangsung anak dari Pekak Bares (alm) yang bernama Ketut Kik (alm) menunggangi Jaran Kepang itu. Jaran Kepang irtu di gembalakan layaknya Kuda hidup. Di bawanya ketengah-tengan tanaman kedelai yang berada di sawah. Di timur sawah itu ada sungai kecil, di sanalah Jaran Kepang itu di mandikan. Sampainya di rumah, badan Ketut Kik ini tiba-tiba badannya panas. Rumah Pekak masih rumah yang dulu, tempat tidurnya masih memakai kelambu. Jaran Kepang ini di taruh di bagian bawah tempat tidur. Lalu anaknya Ketut Kik (alm) tidak tahu silsilah dari Jaran Kepang tersebut. Hingga pada suatu ketika Jaran itu di gantungin celananya yang sudah di pakai. Keesokan harinya mulailah ada tanda-tanda sakit di lingkungan pekarangan keluarga Pekak Bares tersebut. Dan Ketut Kik (alm) ketakutan setiap masuk kamar bapaknya. Karena ia melihat penampakan roh Jaran Kepang itu teramat besar baginya. Jaman dulu sangat kental sekali dengan mangku balian. Hingga ditanyakanlah disana kenapa mejadi sakit seperti ini. Mangku balian pun mengatakan ada seekor kuda yang berada di bagian bagian bawah tempat tidur yang di ikat lalu di gantungin celana. Mangku balian berpendapat bahwa Jaran tersebut yang membuat sakit. Lalu di kembalikannya Jaran Kepang tersebut ke desanya.

Sampai sekarang orang-orang mengetahui adanya Jaran Kepang ini tidak berani sembarangan meminjam Jaran Kepang ini. Karena takut terjadi hal yang di alami oleh keluarga Pekak Bares (alm) tersebut. Sekarang gamelan yang mengiringi atraksi Jaran Kepang adalah Angklung pengantenan. Pada saat sang penunggang ini berias di pakainya canang taksu dan meminta tirta dari canang taksu tersebut.
Tradisi Jaran kepang ini di percaya dapat sebagai pengahalau mara bahaya sang penganten. Jaran ini sebagai tameng prosesi acara itu berlangsung. Jika ada orang yang berniat buruk terhadap sang penganten itu, maka supaya di hilangkan oleh adanya Jaran Kepang tersebut. Pada saat prosesi mesakapan, sebelum sang mempelai sampai pada rumahnya ia akan di sambut dengan  iring-iringan deeng dan Jaran Kepang tersebut. Sang mempelai di turunkan tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ketika akan berjalan menuju rumah, Jaran Kepang ini akan selalu mengitari sang pengantin ini. Jaran Kepang ini ibarat kuda yang sedang pada masa kawin. Maka tingkah laku sang Jaran ini seperti mau kawin.
Pada saat Jaran Kepang ini memulai tariannya dan di lepas dari ikatan pengiringan, maka yang menungganginya semakin agresif. Setiap melihat ibu-ibu yang berpakain seksi maka Jaran ini semakin tebar pesona. Seperti melihat pasangannya. Jaran kepang ini mengetahui dari celah-celah topengnya raut wajah kita. Semakin kita takut untuk melihat ataupun mendekati Jaran ini, maka Jaran ini semakin berani dan bisa di bilang kurang ajar mendekatinya. Karena sifat hewan itu melekat pada sang penunggangnya. Orang-orang yang menontonnya pun berhamburan melihatnya.kebanyakan ada yang ketakutan, ada pula yang geli melihat tingakah sang kuda. Tetapi sang kuda tidak melalaikan tugasnya mengiringi sang pengantenan. Ketiga jaran kepang ini selalu siaga dalam mengawasi iring-iringan pengantenan. Selalu waspada ketika tiba-tiba ada serangan ilmu gaib. Jaran kepang siaga mengahalaunya. Ini di tunjukan pada jaran yang selalu kedepan dan kebelakang. Bergantian bertugas mendampingi sang pengantenan itu.

Narasumber menyebutkan kebanyakan orang-orang maupun masyarakat meragukan tingakah laku sang Jaran Kepang. Masyarakat berfikir itu hanya akal-akalan sang penunggang Jaran. Mencari kesempatan dalam kesempitan. Banyak lah pro dan kontra di masyarakat. Dan pada akhirnya masyarakat yang meragukan tindakan daripada Jaran Kepang itu sendiri memberikan kesempatan untuk menunnganginya. Setelah salah satu masyarakat menungganginya, maka ia pun percaya kalau sulit mengendalikan. Sang penunggang pun bergerak sana-kemari, tak dim-diam. Tetapi sang penunggang masih sadar akan dirinya. Maka orang-orang maupun masyarakat setempat tidak ada lagi yang berbicara sumbang tentang tradisi ini. Setelah acara menyambut dan mengantar pengantin kerumahnya, terkadang jaran kepang ini suka melarikan dirinya ataupun ngumpet di sela-sela pepohonan. Itu yang menyebabkan sang pemangku sulit dapat mengendalikan kondisi sang jaran kepang ini. Setelah di kumpulkannya jaran ini diberikan tirta dan canang peras untuk mengeluarkan roh dari sang penunggang. Jika tidak di berikan canang tersebut. Takutnya sang penunggang terus di hantui oleh roh dari jaran kepang itu sendiri. Kini semakin jarang di temukan ataupun yang mau membuat jaran kepang ini. Karena bisa di katakan sedikit yang bisa menikmati kesenian ini.

Namun tradisi ini terus akan di lestarikan dalam acara pengantenan. Karena kemajuan zaman pada masa ini sangatlah pesat. Tetua desa itu takut akan kehilangan jati dirinya dan kekhasan dari desa tersebut. Setiap ada pernikahan di desa itu baik laki-laki maupun perempuan wajib menggunakan tradisi Jaran Kepang ini.

Narasumber : I Gede Gianyar (selaku tetua yang ikut mendirikan dan melestarikan kesenian Jaran Kepang)
Previous Post
Next Post

2 comments:

  1. maaf mau nanya sedikit ngih , kidung napi pupuh sane gendingin pas melayangan nike ngih pupuh napi wastan ne

    ReplyDelete
  2. maaf mau nanya sedikit ngih , kidung napi pupuh sane gendingin pas melayangan nike ngih pupuh napi wastan ne

    ReplyDelete