Saturday, October 4, 2014

Karma Phala Tatwa



1.     PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk. Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
  1. Widhi Tattwa  adalah  percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
  2. Atma Tattwa  adalah percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
  3. Karmaphala Tattwa adalah percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
  4. Punarbhava Tattwa adalah percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
  5. Moksa Tattwa adalah percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia
Salah satu masalah yang selalu dipikirkan manusia sejak zaman dahulu sampai sekarang adalah masalah tentang keadaan sesudah kematian. Apakah yang akan terjadi sesudah kehidupan ini? Apakah seseorang lenyap setelah meninggal dunia atau apakah ia tetap hidup sesudah kematian? Jika ia tetap hidup sesudah kematian, bagaimana keadaanya dalam kehidupan yang baru itu? Semua pertanyaan yang membingungkan ini telah berkali-kali dicoba untuk dijawab sejak masa yang lampau. Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan teka-teki klasik yang sering muncul dalam pikiran manusia.


2.     PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karma Phala
Kata Karma Phala terdiri atas kata Karma dan Phala. Kedua kata itu berasal dari bahasa Sansekerta. Kata Karma berasal dari akar kata “KK” mempunyai arti membuat, bekerja, menciptakan, membangun, melakukan perbuatan. Sedangkan kata Phala berasti hasil. Jadi, dapat dikatakan bahwa kata Karma Phala itu berarti “hasil perbuatan”.
Menurut hukum perbuatan, maka Karma Phala itu sejalan dengan hukum “sebab akibat” yakti segala sebab mempunyai akibat. Demikian juga halnya dengan karma, setiap karma mempunyai phala sehingga sering disebut hukum Karma Phala.
Bila kita memiliki tentang keyakinan hukum Karma Phala itu, maka sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia, sebab di dalamnya terdapat aksioma, yaitu hukum yang tidak terbatalkan. Karma harus berlaku dan berlaku adil. Kemudian sebelum Phala itu kembali pada sumber Karma maka selama itu Phala tetap berproses menunggu waktu yang akan kembalinya menuju sumber Karma. Hal ini tidak ubahnya seperti gelombang yang ditimbulkan oleh lemparan batu ke dalam telaga. Sebelum gelombang itu balik ke pusat lemparan batu maka selama itu gelombang bergetar walaupun berakhir dengan getaran yang sangat halus. Demikianlah adanya gelombang itu berhenti bergetar setelah menuju dan berada pada pusat lemparan batu tadi. Dalam lukisan ini tampak akan kepastian hukum karma itu, phalanya kembali kepada si pembuat karma.
Dalam contoh lain, kita lihat bahwa phala selalu mengejar si pembuat karma, karena phala itu tidak bisa dipisahkan dengan karma. Tak ubahnya seperti badan dengan bayang-bayang. Kemana badan lari, ke situ juga bayang-bayang mengejarnya. Demikian juga halnya dengan orang berkarma buruk, mereka itu selalu dikejar oleh bayangan buruk, mungkinkah dosa ataukah yang lain? Demikian sebaliknya orang berkarma baik akan dikejar oleh bayangan baik.
Jadi, dapat ditegaskan kembali bahwa sangat beruntung adalah orang yang memiliki keyakinan, adanya kebenaran berlakunya hukum Karma Phala di dunia ini, sebab dengan memiliki keyakinan itu orang menjadi terkendali berkarma dan selalu mengarahkan hidupnya pada perbuatan yang baik.  Perbuatan yang baik yakni perbuatan yang mengutamakan kepentingan, keselamatan dan kebahagian bersama. Selain itu mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai agama, beramal dan bertanggung jawab.
Sangatlah mustahil orang yang menanam padi akan menghasilkan jagung, atau orang yang menanam ubi akan menghasilkan gandum. Sudah pasti menanam padi, padilah hasilnya, dan yang menanam ubi, ubilah hasilnya. Jadi berkarma baik, baik juga phalanya dan berkarma buruk, buruk juga phalanya.
2.2 Pembagian Karma Phala
Banyak orang keliru menanggapi jalan hidup mereka. Ada orang yang beranggapan kita hidup sekali, lebih baik berbuat apa saja yang dapat mengenakkan diri. Termasuk dalam pengertian ini berbuat enak untuk diri sendiri dan tidak menghiraukan kemeralatan orang lain. Hal ini jelas menyimpang menurut ajaran agama.
Di pihak lain ada yang selalu menyesali jalan hidup mereka. Kenapa dengan telah berbuat baik, namun di hari-hari ini selalu dirundung malang sehingga menyebabkan bosan untuk berbuat baik. Jadilah orang itu berhenti melakukan sebagian perbuatan yang baik. Bila rahasia karma itu tidak dipahami memang orang akan bisa lepas dari kendali hidup.
Bukankah hidup itu adalah kerja? Kerja adalah karma serta karma itu mempunyai hukum yakni setiap karma ada phalanya. Untuk menanggulangi karagu-raguan seperti di atas baiklah dipahami tentang pembagian Karma Phala itu yang merupakan suatu rumus hukum yang tidak usah diragukan lagi kebenarannya yaitu Sancita Karma Phala, Prarabdha Karma Phala, dan Kryamana Karma Phala secara satu persatu dapat diuraikan seperti di bawah ini.


a.      Sancita Karma Phala
Butir ini menegaskan bahwa suatu perbuatan pada kehidupan masa lampau, hasil belum sepenuhnya dapat dinikmati dalam kehidupan dan sebagian lagi hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan ini.
Demikianlah halnya Si Sancurana seorang maling, bromocorah perbuatannya selalu mengganggu ketenteraman orang lain maka ia dapat enak sendiri karena berhasil berbuat corah. Namun di balik itu orang lain  tertindih susah akibat perbuatan Si Sancurana itu. Pada suatu ketika matilah ia akibat merampok pada suatu tempat. Jadi, phala dari perbuatannya itu belum sepenuhnya diterima.
Sesuai dengan kepercayaaan Hindu dalam butir Punarbhawa, maka Si Sancurana menjelma kembali. Saat penjelmaan sekarang inilah segala macam hasil perbuatannya dalam hidup yang dahulu sempat dinikmatinya kemudian ia menikmati sekarang. Walaupun dalam penjelmaannya sekarang ini selalu berbuat baik, karena perbuatanya terdahalu rusak dan hasilnya harus dinikmati sekarang. Dalam hal ini nampak sekilas janggal, dengan selalu berbuat baik dalam hidup namun selalu dirundung sedih. Tetapi kalau diresapi bunyi butiran ajaran Sancita Karma Phala ini kita harus menyadari dengan lahir kembali kita harus mensyukuri apa yang kita peroleh dalam hidup ini. Itu tiada lain adalah buah karma kita. Karma terdahulu ataukah karma sekarang. Karma semacam itu sering disebut dengan istilah sekarang. Karma semacam itu sering disebut dengan dengan istilah Karma Wasana yakni bekas-bekas karma. Dengan menyadari hal di atas kita tidak usah ragu berbuat baik dalam setiap saat walaupun sedikit, tetapi dalam kenyataannya akan menjadi lebih utama dibandingkan sama sekali tidak berbuat apa-apa. Dengan menabung kebaikan kita punya modal perbaikan hidup. Kita akan terangkat lebih tinggi dalam taraf hidup yang mulia.

b.      Prarabdha Karma Phala
Butir ini menegaskan perbuatan dalam hidup ini, phalanya dinikmati dalam hidup ini pula. Misalnya, Si Joarsa adalah seseorang karyawan perusahaan. Ia tahu rahasia kerja  dan yakni terhadap hukum Karma Phala. Oleh karena itu, pribadinya dibentuk oleh hukum kerja sendiri. Dengan demikian berpijak dari statusnya seorang karyawan, ia sangat loyal pada atasan dengan menunjukkan prestasi kerja. Ia senantiasa berkreatifitas dan menjadikan kerja itu suatu ibadah. Dengan tidak ada rasa menunggu hasil, maka karma seperti di atas dalam suatu saat menjadi masak. Dengan masaknya dedikasi kerja seperti di atas tanpa diduga-duga Si Joarsa ditunjuk untuk memimpi suatu perusahaan baru, yang sungguh dapat mengangkat prestasi dalam nilai kerja. Demikianlah perbuatan baik Si Joarsa dalam hidup ini juga menikmati phala baik dengan segera dan tidak menunggu kehidupan yang akan datang lagi.
Akan menjadi lain halnya dengan Si Corakodong. Ia seorang pembantah, tidak suka bekerja tetapi hanya ingin berfoya-foya. Pada suatu ketika ia mencuri, tetapi tidak ada yang tahu saat itu. Si Corakodong dengan lahapnya menikmati hasil curiannya itu. Dengan demikian ia nampaknya menjadi bahagia. Kebahagiaan seorang penjahat menerima hasil kejahatannya dalam tempo yang sementara memang dapat mempengaruhi pikiran orang yang tidak beriman. Orang tersebut menilainya, sangat bahagia menjadi pencuri. Bekerja tidak payah menikmati hasil berlimpah ruah, luar biasa enaknya. Demikian pikir orang yang tidak beriman. Tetapi ia lupa atau sama sekali tidak tahu bahwa mencuri atau kejahatan lainnya adalah penyakit negara. Karena merupakan penyakit negara, maka negara yakni pemerintahan dengan selalu memberantas segala macam penyakit negara itu. Mungkin hanya menunggu proses saja atau kemasakan waktu dari karma itu maka pada saat Si Corakodong tertangkap berbuat jahat, ia akan segera meringkuk di rumah gratis yang lebih dikenal dengan nama Lembaga Pemasyarakatan. Disanalah ia beristirahat sambil menerima buah karma buruknya. Demikianlah Prarabdha Karma Phala itu hasil perbuatan diterima semasih hidup, tidak lagi menunggu kehidupan di kemudian hari.


c.       Kryamana Karma Phala
Kryamana Karma Phala menegaskan bahwa perbuatan dalam kehidupan sekarang, hasilnya belum sempat dinikmati dalam hidup ini, maka hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan yang akan sekarang.
Sungguh menjadikan umat optimis dalam menjalankan hidup ini. Bagi orang yang telah mengetahui rahasia kerja dan rahasia hidup, mereka itu tidak akan berhenti bekerja walaupun umurnya telah tua. Mereka berpegang pada terus bekerja untuk menunjukkan kehidupan. Bekerja dengan tidak usah terikat pada hasil, sebab hasil sudah ada dalam kerja.  Beliau menjumpai kebahagian dalam kerja karena ia mencintai kerja itu. Sungguh kerja itu sebuah ibadah untuk mencapai kebahagian. Dengan bekerja sekarang walaupun umur telah lanjut dan kiranya sebentar lagi dipanggil oleh Tuhan. Dengan hasil akan tidak dapat dinikmati sekarang, itu bukan merupakan penghalang untuk bekerja. Namun ia bekerja terus dengan keyakinan phalanya nanti pasti diterima saat kehidupan yang akan datang.
Walaupun belum sempat menjelma untuk menikmati buah karma namun perbuatan baik itu tetap menguntungkan bagi kita maupun bagi keturunan kita. Tak ubahnya seperti harimau mati meninggalkan belangnya dan gajah mati meninggalkan gadingnya. Demikianlah yang berkarma baik tetap meninggalkan nama baik di keluarga atau masyarakat bahkan dapat mengangkat nama bangsa ataupun negara di dunia. (Ida Bagus Sudirga,2002:79)

Setiap perbuatan akan meninggalkan bekas. Ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan dan ada yang abstrak. Bekas-bekas ini disebut Karmavasana.
Kitab Vrhaspati Tattva menerangkan hal ini sebagai berikut:
Wāsanā naranya ikan karma ginawe nin janma ihatra, ya ta bhinukti rin paratra ri janmanya muwah, yan ahala, yan ahayu, asin phalanya, kadi anganin dyun wawadah in hingu, huwus hilan hingunya, ikan dyun inasahan pinahalila, kawkas, taya ambonya, gandhanya rumaket irikan dyun, ndan yakita wāsanā naranya, samankana tekan karma wāsanā naranya, yatika umuparenga irikan ātma ya ta raga naranya, ikang wāsanā pwa dumadyaken ikan raga, wa ta matanyan mahyun rin karma, harsa salwirikan karma wāsanā, ikan wāsanā  pwa ya duweg uparenga irikan ātma.
(Wrhaspati Tattwa,3)
Terjemahan :
Vāsanā artinya semua perbuatan yang telah dilaku-kannya di dunia ini. Orang akan mengecap akibat perbuatannya di alam lain, pada kelahiran nanti, apakah akibat itu akibat yang baik atau buruk. Apa saja perbuatan yang dilakukan –nya, pada akhirnya semua itu akan menghasilkan buah. Hal ini adalah seperti periuk yang diisikan kemenyan walaupun kemenyannya sudah habis dan periuknya dicuci bersih-bersih namun tetap saja masih ada bau, bau kemenyan yang melekat pada periuk itu. Inilah yang disebut vāsanā. Seperti  itu juga halnya dengan Karma Vāsanā. Ia ada pada atma. Ia melekat padanya. Ia mewarnai atman. (I Gusti Ngurah,2006:60)

Purva karmanu rodhena karomi ghatanam aham,
Ajadah sarva bhutastha jadasvistha ghunakti tan.
 Sesuai dengan akibat karma masa lalu dari jiva aku mengatur segala nasibnya. Jiva bukanlah benda materi dan ada diseluruh benda-benda; tetapi ia memasuki badan material untuk menikmati buah-buah karma. (Rai Bahadur Srisa Candra Vasu.2000:25)

2.3 Dua Aspek Hukum Karma
Hukum karma yang menjadi pokok pembahasan merupakan bagian dari hukum sebab akibat ini. Selanjutnya kita teruskan pembicaraan tentang dua aspek hukum karma yaitu aspek kosmis dan aspek moral. Hukum karma dalam aspek kosmis meliputi alam pisik dan psyhis. Dipandang dari sisi kosmis, mahluk-mahluk hidup seperti manusia dan binatang adalah phenomena materi. Keberadaan manusia dan binatang adalah phenomena relatif karena mereka ada, dibentuk dan disebabkan  oleh adanya faktor-faktor penunjang, seperti adanya makanan, minuman, matahari, cuaca, suhu, dunia dan sebagainya.  Mereka mengalami perubahan muncul dan lenyap, seperti hal di dunia. Dunia pun akan mengalami proses perubahan, muncul dan lenyap. Demikian pula dengan alam semesta yang berisi banyak galaksi serta tata-tata suryanya yang tidak terhitung banyaknya selalu berproses muncul dan lenyap.
Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa walaupun aspek kosmis dari hukum karma Budhis berlangsung demikian , tetapi hanya merupakan implikasi dari konsepnya sebagai hukum sebab dan akibat. Yang sangat penting dari hukum ini adalah aspek kedua yang merupakan hukum moral. Dalam aspek ini hukum karma memegang peranan yang penting dalam ajaran etika Buddhis. Ajaran etika Buddhis, tercermin dengan jelas dalam semua ajaran yang disampaikan oleh Sang Buddha selama hidup Beliau.
Ajaran Karma Buddhis sebagai hukum moral menitikberatkan pada perbuatan-perbuatan manusia yang dilakukan melalui perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran. Perbuatan-pebuatan itu diklasifikasikan sebagai karma bila suatu perbuatan dilakukan karena adanya niat atau kehendak (cetana). Suatu perbuatan tanpa niat atau kehendak tidak dapat disebut karma karena perbuatan itu tidak akan menghasilkan akibat moral bagi pembuatnya. Niat atau kehendak yang dimaksudkan dengan karma, seperti yang dikatakan Sang Buddha dalam Anguttara Nikaya III:
“O para bhikku, kehendak yang saya maksudkan dengan karma. Seseorang karena memiliki kehendak dalam pikirannya maka ia melakukan perbuatan dengan jasmani, ucapan dan pikiran.
Karma atau perbuatan dalam aspek moral mencakup nilai-nilai etika tentang baik dan buruk. Hal ini merupakan konsep yang lebih luas daripada persoalan tentang benar dan salah bila dilihat dari sisi pandang sehari-hari tentang makna dari kata itu. (Made Wardhana.2007:1)

2.4. Sifat Hukum Karma
1.      Hukum Karma bersifat abadi. Hukum ini dimulai pada saat semesta ini berfungsi, dan akan berakhir pada saat semesta ini musnah (pralaya). Namun tidak seorang pun tahu dan paham kapan semesta ini dimulai dan kapan berakhir.
2.      Hukum karma mengikat secara universal. Hukum ini berlaku nagi setiap ciptaan baik kecil maupun besar, yang kasatmata maupun tidak kasatmata. Semua makhluk terikat oleh hukum ini, termasuk dewa maupun awatar.
3.      Hukum karma berlaku sepanjang jaman. Hukum ini berlaku sepanjang jaman, Sathya Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga maupun Kali Yuga.
4.      Hukum Karma bersifat sempurna. Hukum ini tidak dapat diganggu gugat,diubah,dipaksa berubah atau berubah sendiri, karena bersifat konstan dari jaman ke jaman. Hukum ini hanya dapat ditaklukan dengan mengikuti hukumnya.
5.      Tidak ada pengecualian dalam pelaksanaan hukum ini. Tiada seorang pun yang lolos dari hukum ini, termasuk para Awatara yang agung, seperti Sri Rama,Khrisna,Budha Gautama, dan lain-lainnya.
Terbentuknya Karma
Dalam ajaran Hindu disebutkan bahwa manusia memiliki 3 sifat dalam dirinya, yaitu iccha (keinginan atau perasaan), jnana (Tahu), dan Kriya (kehendak) yang ketiganya ini membentuk karmanya.
Ia mengetahui benda-benda seperti pohon, rumah, meja,kursi,kendaraan dan sebagainya. Ia merasakan kebahagiaan dan kesedihan. Ia berkehendak untuk melakukan sesuatu atau dia tidak ingin melakukan sesuatu. Dibalik kegiatan terdapat keingin dan pikiran. Keinginan akan suatu benda muncul dalam pikiran. Lalu ia berfikir untuk mendapatkannya dan berusaha untuk memilikinya. Keinginan, pikiran dan perbuatan selalu berjalan bersama-sama, yang merupakan 3 utas benang yang dipintal menjadi tali karma.
Keinginan menghasilkan karma. Orang bekerja dan berusaha untuk mendapatkan benda-benda yang menjadi keiinginannya. Karma menghasilkan buah berupa penderitaan dan kesenangan. Manusia harus lahir berulang kali untuk memetik dan membayar buah karmanya. Inilah hukum karma.

2.5 Hukum karma dengan unsur tri guna
Karma dipengaruhi oleh unsur tri guna
1.      Wikarma adalah karma yang mengandung sifat satwik. Kegiatan-kegiatan yang termasuk wikarma adalah: berkata yang benar dan lemah lembut, bekerja dengan tenang dan penuh perhatian, berfikir yang benar dan jernih, suka menolog orang lain, melakukan sedana (disiplin spiritual).
2.      Sahaja Karma adalah karma yang mengandung sifat Rajasik. Kegiatan yang termasuk Saharja Karma adalah: berkata, bekerja dan berfikir terburu-buru, kurang teliti, emosional, tidak tenang.
3.      Akarma Karma adalah hukum karma yang mengandung sifat tamasik. Kegiatan – kegiatan yang termasuk di dalamnya adalah berbicara, berbuat dan berfikir lambat malas.
2.6 Hukum Karma berdasarkan kesuciannya
Di bali dikatakan bahwa ketika kematian menjemput, ia hanya diantar oleh asu. Yang dimaksud asu adalah asubha karma. Umumnya yang disebut karma adalah hanya karma yang buruk. Karma yang baik sering tidak dibicarakan.
1.      Subha Karma adalah karma seseorang yang suci, benar, damai, penuh kasih sayang, bajik dan tanpa kekerasan. Kegiatan-kegiatan yang termasuk di dalamnya adalah: berkata, berbuat, dan berfikir yang benar dan suci.
2.      Asubha Karma adalah karma seseorang yang tidak benar, gelisah, penuh kebencian, tidak memiliki kasih sayang, penuh kekerasan.
2.7 Hukum Karma sesuai dengan Tri Sarira
Menurut Theosofi badan-badan manusia terdiri atas badan fisik, etherik, astral maupun mental. Atau badan kasar (linga sarira), badan mental (suksma sarira), dan badan penyebab (karana sarira). Masing-masing menjadi penyebab dan menerima akibat sendiri.
1.      Karma Fisik (linga Sarira). Karma yang disebabkan dan berakibat pada badan fisik. Demikian juga badan etherik yang merupakan bagian dari badan fisik akan berakibat pada badan etheriknya pula terutama dalam masalah kesehatan.
2.      Karma Astral adalah karma yang terjadi disebabkan dan berakibat dari perasaan atau keinginan.
3.      Karma Mental (suksma Sarira) adalah karma yang disebabkan dan memiliki akibat pada badan mental. Pikiran yang baik akan mendapat hasil pikiran yang baik pula.
2.8 Dua Macam Karma Menurut Hasilnya
Manusia harus melaksanakan suatu karma sejak saat terbangun hingga saat tidur dari lahir hingga mati. Mereka tidak dapat duduk diam tanpa melakukan karma. Tak seorang pun dapat menghindari keadaan yang sulit ini. Tetapi setiap orang harus memahami sejelas-jelasnya jenis karma apa yang harus dilakukannya. Hanya ada dua jenis karma:
1.      Karma yang mengikat (vishaya karma)
Adanya keinginan untuk memperoleh hasilnya. Berhubungan dengan obyek- obyek lahiriah.
2.      Karma yang membebaskan (sreyo karma).
Tidak ada keinginan pada hasilnya. Setiap kegiatan dalam karma yang membebaskan menghasilkan sukacita dan keberuntungan yang makin lama makin bertambah. Karma yang membebaskan ini memberi kebahagian, Atmananda, tujuannya adalah batiniah semata-mata. Sangatlah murni, tidak tercela, tidak mementingkan diri sendiri. Nishkama karma, kegiatan yang dilakukan tanpa mengharapkan hasilnya. (Anadas Ra.2007:49)












3.     Penutup
3.1  Pengertian Tatwa
Kata Karma Phala terdiri atas kata Karma dan Phala. Kedua kata itu berasal dari bahasa Sansekerta. Kata Karma berasal dari akar kata “KK” mempunyai arti membuat, bekerja, menciptakan, membangun, melakukan perbuatan. Sedangkan kata Phala berasti hasil. Jadi, dapat dikatakan bahwa kata Karma Phala itu berarti “hasil perbuatan”.
Menurut hukum perbuatan, maka Karma Phala itu sejalan dengan hukum “sebab akibat” yakti segala sebab mempunyai akibat. Demikian juga halnya dengan karma, setiap karma mempunyai phala sehingga sering disebut hukum Karma Phala.

3.2  Pembagian Karma Phala
a.       Sancita Karma Phala
Butir ini menegaskan bahwa suatu perbuatan pada kehidupan masa lampau, hasil belum sepenuhnya dapat dinikmati dalam kehidupan dan sebagian lagi hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan ini.
b.      Prarabdha Karma Phala
Butir ini menegaskan perbuatan dalam hidup ini, phalanya dinikmati dalam hidup ini pula.
c.       Kryamana Karma Phala
Kryamana Karma Phala menegaskan bahwa perbuatan dalam kehidupan sekarang, hasilnya belum sempat dinikmati dalam hidup ini, maka hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan yang akan sekarang.

3.3  Dua Aspek Hukum Karma
Hukum karma yang menjadi pokok pembahasan merupakan bagian dari hukum sebab akibat ini. Selanjutnya kita teruskan pembicaraan tentang dua aspek hukum karma yaitu aspek kosmis dan aspek moral.

3.4  Sifat Hukum Karma
a.       Hukum karma bersifat abadi
b.      Hukum karma mengikat secara universal
c.       Hukum karma berlaku sepanjang jaman
d.      Hukum karma bersifat sempurna
e.       Tidak ada pengecualian dalam pelaksanaan hukum inti

3.5  Hukum Karma Dengan Unsur Triguna
Karma dipengaruhi oleh unsur Tri Guna
1.      Wikarma adalah karma yang mengandung sifat satwik
2.      Sahaja Karma adalah karma yang mengandung sifat rajasik
3.      Akarma Karma adalah karma yang mengandung sifat tamasik

3.6  Hukum Karma Berdasarkan Kesuciannya
1.      Subha karma adalah seseorang yang suci, benar, damai, penuh kasih sayang, bajik, dan tanpa kekerasan.
2.      Asubha karma adalah karma seseorang yang tidak benar, gelisah, penuh kebencian, tidak memiliki kasih sayang, penuh kekerasan.
3.7  Hukum Karma Sesuai Dengan Tri Sarira
Menurut Theosofi badan-badan manusia terdiri dari atas badan fisik, ethrik, astral maupun metal.
1.      Karma fisik (linga sarira)adalah karma yang disebabkan dan berakibat pada badan fisik.
2.      Karma astral adalah karma yang terjadi disebabkan dan berakibat dari perasaan atau keinginan.
3.      Karma metal (suksma sarira) adalah karma yang disebabkan dan memiliki akibat pada badan metal.





3.8  Dua Macam Karma Menurut Hasilnya
Setiap manusia harus memahami sejelas-jelasnya jenis karma apa yang harus dilakukannya. Hanya ada dua jenis karma :
1.      Karma yang mengikat (vishaya karma)
Keinginan untuk memperoleh hasilnya. Berhubungan dengan obyek-obyek lahiriah.
2.      Karma yang membebsakan (sreyo karma)
Tidak ada keinginan pada hasilnya. Setiap kegiatan dalam karma yang membebaskan menghasilkan sukacita dan keberuntungan yang makin lama makin bertambah.

Previous Post
Next Post

0 comments: