1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran
politeisme karena memuja banyak Dewa, namun
tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri.
Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala
yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk. Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan
Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan
tersebut, yakni:
- Widhi Tattwa adalah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
- Atma Tattwa adalah percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
- Karmaphala Tattwa adalah percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
- Punarbhava Tattwa adalah percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
- Moksa Tattwa adalah percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia
Salah satu masalah yang selalu
dipikirkan manusia sejak zaman dahulu sampai sekarang adalah masalah tentang
keadaan sesudah kematian. Apakah yang akan terjadi sesudah kehidupan ini?
Apakah seseorang lenyap setelah meninggal dunia atau apakah ia tetap hidup
sesudah kematian? Jika ia tetap hidup sesudah kematian, bagaimana keadaanya
dalam kehidupan yang baru itu? Semua pertanyaan yang membingungkan ini telah
berkali-kali dicoba untuk dijawab sejak masa yang lampau. Pertanyaan-pertanyaan
ini merupakan teka-teki klasik yang sering muncul dalam pikiran manusia.
2.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karma
Phala
Kata Karma Phala terdiri atas kata Karma
dan Phala. Kedua kata itu berasal dari bahasa Sansekerta. Kata Karma berasal
dari akar kata “KK” mempunyai arti membuat, bekerja, menciptakan, membangun,
melakukan perbuatan. Sedangkan kata Phala berasti hasil. Jadi, dapat dikatakan
bahwa kata Karma Phala itu berarti “hasil perbuatan”.
Menurut hukum perbuatan, maka Karma
Phala itu sejalan dengan hukum “sebab akibat” yakti segala sebab mempunyai
akibat. Demikian juga halnya dengan karma, setiap karma mempunyai phala
sehingga sering disebut hukum Karma Phala.
Bila kita memiliki tentang keyakinan
hukum Karma Phala itu, maka sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia,
sebab di dalamnya terdapat aksioma, yaitu hukum yang tidak terbatalkan. Karma
harus berlaku dan berlaku adil. Kemudian sebelum Phala itu kembali pada sumber
Karma maka selama itu Phala tetap berproses menunggu waktu yang akan kembalinya
menuju sumber Karma. Hal ini tidak ubahnya seperti gelombang yang ditimbulkan oleh
lemparan batu ke dalam telaga. Sebelum gelombang itu balik ke pusat lemparan
batu maka selama itu gelombang bergetar walaupun berakhir dengan getaran yang
sangat halus. Demikianlah adanya gelombang itu berhenti bergetar setelah menuju
dan berada pada pusat lemparan batu tadi. Dalam lukisan ini tampak akan
kepastian hukum karma itu, phalanya kembali kepada si pembuat karma.
Dalam contoh lain, kita lihat bahwa
phala selalu mengejar si pembuat karma, karena phala itu tidak bisa dipisahkan
dengan karma. Tak ubahnya seperti badan dengan bayang-bayang. Kemana badan
lari, ke situ juga bayang-bayang mengejarnya. Demikian juga halnya dengan orang
berkarma buruk, mereka itu selalu dikejar oleh bayangan buruk, mungkinkah dosa
ataukah yang lain? Demikian sebaliknya orang berkarma baik akan dikejar oleh
bayangan baik.
Jadi, dapat ditegaskan kembali bahwa
sangat beruntung adalah orang yang memiliki keyakinan, adanya kebenaran
berlakunya hukum Karma Phala di dunia ini, sebab dengan memiliki keyakinan itu
orang menjadi terkendali berkarma dan selalu mengarahkan hidupnya pada
perbuatan yang baik. Perbuatan yang baik
yakni perbuatan yang mengutamakan kepentingan, keselamatan dan kebahagian
bersama. Selain itu mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai agama,
beramal dan bertanggung jawab.
Sangatlah mustahil orang yang menanam
padi akan menghasilkan jagung, atau orang yang menanam ubi akan menghasilkan
gandum. Sudah pasti menanam padi, padilah hasilnya, dan yang menanam ubi,
ubilah hasilnya. Jadi berkarma baik, baik juga phalanya dan berkarma buruk,
buruk juga phalanya.
2.2
Pembagian Karma Phala
Banyak orang keliru menanggapi jalan
hidup mereka. Ada orang yang beranggapan kita hidup sekali, lebih baik berbuat
apa saja yang dapat mengenakkan diri. Termasuk dalam pengertian ini berbuat
enak untuk diri sendiri dan tidak menghiraukan kemeralatan orang lain. Hal ini
jelas menyimpang menurut ajaran agama.
Di pihak lain ada yang selalu menyesali
jalan hidup mereka. Kenapa dengan telah berbuat baik, namun di hari-hari ini
selalu dirundung malang sehingga menyebabkan bosan untuk berbuat baik. Jadilah
orang itu berhenti melakukan sebagian perbuatan yang baik. Bila rahasia karma
itu tidak dipahami memang orang akan bisa lepas dari kendali hidup.
Bukankah hidup itu adalah kerja? Kerja
adalah karma serta karma itu mempunyai hukum yakni setiap karma ada phalanya.
Untuk menanggulangi karagu-raguan seperti di atas baiklah dipahami tentang
pembagian Karma Phala itu yang merupakan suatu rumus hukum yang tidak usah
diragukan lagi kebenarannya yaitu Sancita Karma Phala, Prarabdha Karma Phala,
dan Kryamana Karma Phala secara satu persatu dapat diuraikan seperti di bawah
ini.
a.
Sancita
Karma Phala
Butir ini menegaskan bahwa suatu
perbuatan pada kehidupan masa lampau, hasil belum sepenuhnya dapat dinikmati
dalam kehidupan dan sebagian lagi hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan
ini.
Demikianlah halnya Si Sancurana seorang
maling, bromocorah perbuatannya selalu mengganggu ketenteraman orang lain maka
ia dapat enak sendiri karena berhasil berbuat corah. Namun di balik itu orang
lain tertindih susah akibat perbuatan Si
Sancurana itu. Pada suatu ketika matilah ia akibat merampok pada suatu tempat.
Jadi, phala dari perbuatannya itu belum sepenuhnya diterima.
Sesuai dengan kepercayaaan Hindu dalam
butir Punarbhawa, maka Si Sancurana menjelma kembali. Saat penjelmaan sekarang
inilah segala macam hasil perbuatannya dalam hidup yang dahulu sempat
dinikmatinya kemudian ia menikmati sekarang. Walaupun dalam penjelmaannya
sekarang ini selalu berbuat baik, karena perbuatanya terdahalu rusak dan
hasilnya harus dinikmati sekarang. Dalam hal ini nampak sekilas janggal, dengan
selalu berbuat baik dalam hidup namun selalu dirundung sedih. Tetapi kalau
diresapi bunyi butiran ajaran Sancita Karma Phala ini kita harus menyadari
dengan lahir kembali kita harus mensyukuri apa yang kita peroleh dalam hidup
ini. Itu tiada lain adalah buah karma kita. Karma terdahulu ataukah karma
sekarang. Karma semacam itu sering disebut dengan istilah sekarang. Karma
semacam itu sering disebut dengan dengan istilah Karma Wasana yakni bekas-bekas
karma. Dengan menyadari hal di atas kita tidak usah ragu berbuat baik dalam
setiap saat walaupun sedikit, tetapi dalam kenyataannya akan menjadi lebih
utama dibandingkan sama sekali tidak berbuat apa-apa. Dengan menabung kebaikan
kita punya modal perbaikan hidup. Kita akan terangkat lebih tinggi dalam taraf
hidup yang mulia.
b.
Prarabdha
Karma Phala
Butir ini menegaskan perbuatan dalam
hidup ini, phalanya dinikmati dalam hidup ini pula. Misalnya, Si Joarsa adalah
seseorang karyawan perusahaan. Ia tahu rahasia kerja dan yakni terhadap hukum Karma Phala. Oleh
karena itu, pribadinya dibentuk oleh hukum kerja sendiri. Dengan demikian
berpijak dari statusnya seorang karyawan, ia sangat loyal pada atasan dengan
menunjukkan prestasi kerja. Ia senantiasa berkreatifitas dan menjadikan kerja
itu suatu ibadah. Dengan tidak ada rasa menunggu hasil, maka karma seperti di
atas dalam suatu saat menjadi masak. Dengan masaknya dedikasi kerja seperti di
atas tanpa diduga-duga Si Joarsa ditunjuk untuk memimpi suatu perusahaan baru,
yang sungguh dapat mengangkat prestasi dalam nilai kerja. Demikianlah perbuatan
baik Si Joarsa dalam hidup ini juga menikmati phala baik dengan segera dan
tidak menunggu kehidupan yang akan datang lagi.
Akan menjadi lain halnya dengan Si Corakodong.
Ia seorang pembantah, tidak suka bekerja tetapi hanya ingin berfoya-foya. Pada
suatu ketika ia mencuri, tetapi tidak ada yang tahu saat itu. Si Corakodong
dengan lahapnya menikmati hasil curiannya itu. Dengan demikian ia nampaknya
menjadi bahagia. Kebahagiaan seorang penjahat menerima hasil kejahatannya dalam
tempo yang sementara memang dapat mempengaruhi pikiran orang yang tidak
beriman. Orang tersebut menilainya, sangat bahagia menjadi pencuri. Bekerja
tidak payah menikmati hasil berlimpah ruah, luar biasa enaknya. Demikian pikir
orang yang tidak beriman. Tetapi ia lupa atau sama sekali tidak tahu bahwa
mencuri atau kejahatan lainnya adalah penyakit negara. Karena merupakan
penyakit negara, maka negara yakni pemerintahan dengan selalu memberantas
segala macam penyakit negara itu. Mungkin hanya menunggu proses saja atau
kemasakan waktu dari karma itu maka pada saat Si Corakodong tertangkap berbuat
jahat, ia akan segera meringkuk di rumah gratis yang lebih dikenal dengan nama
Lembaga Pemasyarakatan. Disanalah ia beristirahat sambil menerima buah karma
buruknya. Demikianlah Prarabdha Karma Phala itu hasil perbuatan diterima
semasih hidup, tidak lagi menunggu kehidupan di kemudian hari.
c.
Kryamana
Karma Phala
Kryamana Karma Phala menegaskan bahwa
perbuatan dalam kehidupan sekarang, hasilnya belum sempat dinikmati dalam hidup
ini, maka hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan yang akan sekarang.
Sungguh menjadikan umat optimis dalam
menjalankan hidup ini. Bagi orang yang telah mengetahui rahasia kerja dan
rahasia hidup, mereka itu tidak akan berhenti bekerja walaupun umurnya telah
tua. Mereka berpegang pada terus bekerja untuk menunjukkan kehidupan. Bekerja
dengan tidak usah terikat pada hasil, sebab hasil sudah ada dalam kerja. Beliau menjumpai kebahagian dalam kerja
karena ia mencintai kerja itu. Sungguh kerja itu sebuah ibadah untuk mencapai
kebahagian. Dengan bekerja sekarang walaupun umur telah lanjut dan kiranya
sebentar lagi dipanggil oleh Tuhan. Dengan hasil akan tidak dapat dinikmati
sekarang, itu bukan merupakan penghalang untuk bekerja. Namun ia bekerja terus
dengan keyakinan phalanya nanti pasti diterima saat kehidupan yang akan datang.
Walaupun belum sempat menjelma untuk
menikmati buah karma namun perbuatan baik itu tetap menguntungkan bagi kita
maupun bagi keturunan kita. Tak ubahnya seperti harimau mati meninggalkan
belangnya dan gajah mati meninggalkan gadingnya. Demikianlah yang berkarma baik
tetap meninggalkan nama baik di keluarga atau masyarakat bahkan dapat
mengangkat nama bangsa ataupun negara di dunia. (Ida Bagus Sudirga,2002:79)
Setiap
perbuatan akan meninggalkan bekas. Ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan
dan ada yang abstrak. Bekas-bekas ini disebut Karmavasana.
Kitab Vrhaspati Tattva menerangkan hal
ini sebagai berikut:
Wāsanā naranya ikan karma ginawe nin
janma ihatra, ya ta bhinukti rin paratra ri janmanya muwah, yan ahala, yan
ahayu, asin phalanya, kadi anganin dyun wawadah in hingu, huwus hilan hingunya,
ikan dyun inasahan pinahalila, kawkas, taya ambonya, gandhanya rumaket irikan
dyun, ndan yakita wāsanā naranya, samankana tekan karma wāsanā naranya, yatika
umuparenga irikan ātma ya ta raga naranya, ikang wāsanā pwa dumadyaken ikan
raga, wa ta matanyan mahyun rin karma, harsa salwirikan karma wāsanā, ikan wāsanā pwa ya duweg uparenga irikan ātma.
(Wrhaspati
Tattwa,3)
Terjemahan
:
Vāsanā
artinya semua perbuatan yang telah dilaku-kannya di dunia ini. Orang akan
mengecap akibat perbuatannya di alam lain, pada kelahiran nanti, apakah akibat
itu akibat yang baik atau buruk. Apa saja perbuatan yang dilakukan –nya, pada
akhirnya semua itu akan menghasilkan buah. Hal ini adalah seperti periuk yang
diisikan kemenyan walaupun kemenyannya sudah habis dan periuknya dicuci
bersih-bersih namun tetap saja masih ada bau, bau kemenyan yang melekat pada
periuk itu. Inilah yang disebut vāsanā.
Seperti itu juga halnya dengan Karma Vāsanā. Ia ada pada atma. Ia melekat
padanya. Ia mewarnai atman. (I Gusti Ngurah,2006:60)
Purva
karmanu rodhena karomi ghatanam aham,
Ajadah
sarva bhutastha jadasvistha ghunakti tan.
Sesuai dengan akibat karma masa lalu dari jiva
aku mengatur segala nasibnya. Jiva bukanlah benda materi dan ada diseluruh
benda-benda; tetapi ia memasuki badan material untuk menikmati buah-buah karma.
(Rai Bahadur Srisa Candra Vasu.2000:25)
2.3 Dua Aspek Hukum Karma
Hukum karma yang menjadi pokok
pembahasan merupakan bagian dari hukum sebab akibat ini. Selanjutnya kita
teruskan pembicaraan tentang dua aspek hukum karma yaitu aspek kosmis dan aspek
moral. Hukum karma dalam aspek kosmis meliputi alam pisik dan psyhis. Dipandang
dari sisi kosmis, mahluk-mahluk hidup seperti manusia dan binatang adalah
phenomena materi. Keberadaan manusia dan binatang adalah phenomena relatif
karena mereka ada, dibentuk dan disebabkan oleh adanya faktor-faktor penunjang, seperti
adanya makanan, minuman, matahari, cuaca, suhu, dunia dan sebagainya. Mereka mengalami perubahan muncul dan lenyap,
seperti hal di dunia. Dunia pun akan mengalami proses perubahan, muncul dan
lenyap. Demikian pula dengan alam semesta yang berisi banyak galaksi serta
tata-tata suryanya yang tidak terhitung banyaknya selalu berproses muncul dan
lenyap.
Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa
walaupun aspek kosmis dari hukum karma Budhis berlangsung demikian , tetapi
hanya merupakan implikasi dari konsepnya sebagai hukum sebab dan akibat. Yang
sangat penting dari hukum ini adalah aspek kedua yang merupakan hukum moral.
Dalam aspek ini hukum karma memegang peranan yang penting dalam ajaran etika
Buddhis. Ajaran etika Buddhis, tercermin dengan jelas dalam semua ajaran yang
disampaikan oleh Sang Buddha selama hidup Beliau.
Ajaran Karma Buddhis sebagai hukum moral
menitikberatkan pada perbuatan-perbuatan manusia yang dilakukan melalui
perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran. Perbuatan-pebuatan itu diklasifikasikan
sebagai karma bila suatu perbuatan dilakukan karena adanya niat atau kehendak
(cetana). Suatu perbuatan tanpa niat atau kehendak tidak dapat disebut karma
karena perbuatan itu tidak akan menghasilkan akibat moral bagi pembuatnya. Niat
atau kehendak yang dimaksudkan dengan karma, seperti yang dikatakan Sang Buddha
dalam Anguttara Nikaya III:
“O para bhikku, kehendak yang saya maksudkan dengan
karma. Seseorang karena memiliki kehendak dalam pikirannya maka ia melakukan
perbuatan dengan jasmani, ucapan dan pikiran.
Karma atau perbuatan
dalam aspek moral mencakup nilai-nilai etika tentang baik dan buruk. Hal ini
merupakan konsep yang lebih luas daripada persoalan tentang benar dan salah
bila dilihat dari sisi pandang sehari-hari tentang makna dari kata itu. (Made
Wardhana.2007:1)
2.4. Sifat Hukum Karma
1. Hukum Karma bersifat
abadi. Hukum ini dimulai pada saat semesta
ini berfungsi, dan akan berakhir pada saat semesta ini musnah (pralaya). Namun
tidak seorang pun tahu dan paham kapan semesta ini dimulai dan kapan berakhir.
2. Hukum karma mengikat
secara universal. Hukum ini berlaku nagi setiap
ciptaan baik kecil maupun besar, yang kasatmata maupun tidak kasatmata. Semua
makhluk terikat oleh hukum ini, termasuk dewa maupun awatar.
3. Hukum karma berlaku
sepanjang jaman. Hukum ini berlaku sepanjang
jaman, Sathya Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga maupun Kali Yuga.
4. Hukum Karma bersifat
sempurna. Hukum ini tidak dapat diganggu
gugat,diubah,dipaksa berubah atau berubah sendiri, karena bersifat konstan dari
jaman ke jaman. Hukum ini hanya dapat ditaklukan dengan mengikuti hukumnya.
5. Tidak ada pengecualian
dalam pelaksanaan hukum ini. Tiada seorang pun yang
lolos dari hukum ini, termasuk para Awatara yang agung, seperti Sri
Rama,Khrisna,Budha Gautama, dan lain-lainnya.
Terbentuknya
Karma
Dalam ajaran Hindu disebutkan bahwa
manusia memiliki 3 sifat dalam dirinya, yaitu iccha (keinginan atau perasaan),
jnana (Tahu), dan Kriya (kehendak) yang ketiganya ini membentuk karmanya.
Ia mengetahui benda-benda seperti pohon,
rumah, meja,kursi,kendaraan dan sebagainya. Ia merasakan kebahagiaan dan
kesedihan. Ia berkehendak untuk melakukan sesuatu atau dia tidak ingin
melakukan sesuatu. Dibalik kegiatan terdapat keingin dan pikiran. Keinginan
akan suatu benda muncul dalam pikiran. Lalu ia berfikir untuk mendapatkannya
dan berusaha untuk memilikinya. Keinginan, pikiran dan perbuatan selalu
berjalan bersama-sama, yang merupakan 3 utas benang yang dipintal menjadi tali
karma.
Keinginan menghasilkan karma. Orang
bekerja dan berusaha untuk mendapatkan benda-benda yang menjadi keiinginannya.
Karma menghasilkan buah berupa penderitaan dan kesenangan. Manusia harus lahir
berulang kali untuk memetik dan membayar buah karmanya. Inilah hukum karma.
2.5
Hukum karma dengan unsur tri guna
Karma dipengaruhi oleh unsur tri guna
1. Wikarma
adalah karma yang mengandung sifat satwik. Kegiatan-kegiatan yang termasuk
wikarma adalah: berkata yang benar dan lemah lembut, bekerja dengan tenang dan
penuh perhatian, berfikir yang benar dan jernih, suka menolog orang lain,
melakukan sedana (disiplin spiritual).
2. Sahaja Karma
adalah karma yang mengandung sifat Rajasik. Kegiatan yang termasuk Saharja
Karma adalah: berkata, bekerja dan berfikir terburu-buru, kurang teliti,
emosional, tidak tenang.
3. Akarma Karma
adalah hukum karma yang mengandung sifat tamasik. Kegiatan – kegiatan yang
termasuk di dalamnya adalah berbicara, berbuat dan berfikir lambat malas.
2.6 Hukum Karma
berdasarkan kesuciannya
Di bali dikatakan bahwa ketika
kematian menjemput, ia hanya diantar oleh asu. Yang dimaksud asu adalah asubha
karma. Umumnya yang disebut karma adalah hanya karma yang buruk. Karma yang
baik sering tidak dibicarakan.
1. Subha Karma
adalah karma seseorang yang suci, benar, damai, penuh kasih sayang, bajik dan
tanpa kekerasan. Kegiatan-kegiatan yang termasuk di dalamnya adalah: berkata,
berbuat, dan berfikir yang benar dan suci.
2. Asubha Karma
adalah karma seseorang yang tidak benar, gelisah, penuh kebencian, tidak
memiliki kasih sayang, penuh kekerasan.
2.7 Hukum Karma sesuai dengan
Tri Sarira
Menurut Theosofi badan-badan
manusia terdiri atas badan fisik, etherik, astral maupun mental. Atau badan
kasar (linga sarira), badan mental (suksma sarira), dan badan penyebab (karana
sarira). Masing-masing menjadi penyebab dan menerima akibat sendiri.
1. Karma Fisik (linga Sarira).
Karma yang disebabkan dan berakibat pada badan fisik. Demikian juga badan
etherik yang merupakan bagian dari badan fisik akan berakibat pada badan
etheriknya pula terutama dalam masalah kesehatan.
2. Karma Astral
adalah karma yang terjadi disebabkan dan berakibat dari perasaan atau
keinginan.
3. Karma Mental
(suksma Sarira) adalah karma yang
disebabkan dan memiliki akibat pada badan mental. Pikiran yang baik akan
mendapat hasil pikiran yang baik pula.
2.8 Dua Macam Karma
Menurut Hasilnya
Manusia harus melaksanakan suatu
karma sejak saat
terbangun hingga saat tidur dari lahir hingga mati. Mereka tidak dapat duduk
diam tanpa melakukan karma. Tak seorang pun dapat menghindari keadaan yang
sulit ini. Tetapi setiap orang harus memahami sejelas-jelasnya jenis karma apa
yang harus dilakukannya. Hanya ada dua jenis karma:
1.
Karma
yang mengikat (vishaya karma)
Adanya
keinginan untuk memperoleh hasilnya. Berhubungan dengan obyek- obyek lahiriah.
2.
Karma
yang membebaskan (sreyo karma).
Tidak
ada keinginan pada hasilnya. Setiap kegiatan dalam karma yang membebaskan
menghasilkan sukacita dan keberuntungan yang makin lama makin bertambah. Karma
yang membebaskan ini memberi kebahagian, Atmananda, tujuannya adalah batiniah
semata-mata. Sangatlah murni, tidak tercela, tidak mementingkan diri sendiri.
Nishkama karma, kegiatan yang dilakukan tanpa mengharapkan hasilnya. (Anadas
Ra.2007:49)
3.
Penutup
3.1 Pengertian Tatwa
Kata
Karma Phala terdiri atas kata Karma dan Phala. Kedua kata itu berasal dari
bahasa Sansekerta. Kata Karma berasal dari akar kata “KK” mempunyai arti
membuat, bekerja, menciptakan, membangun, melakukan perbuatan. Sedangkan kata
Phala berasti hasil. Jadi, dapat dikatakan bahwa kata Karma Phala itu berarti
“hasil perbuatan”.
Menurut
hukum perbuatan, maka Karma Phala itu sejalan dengan hukum “sebab akibat” yakti
segala sebab mempunyai akibat. Demikian juga halnya dengan karma, setiap karma
mempunyai phala sehingga sering disebut hukum Karma Phala.
3.2 Pembagian Karma Phala
a.
Sancita Karma Phala
Butir ini menegaskan bahwa suatu
perbuatan pada kehidupan masa lampau, hasil belum sepenuhnya dapat dinikmati
dalam kehidupan dan sebagian lagi hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan
ini.
b.
Prarabdha Karma Phala
Butir
ini menegaskan perbuatan dalam hidup ini, phalanya dinikmati dalam hidup ini
pula.
c.
Kryamana Karma Phala
Kryamana Karma Phala menegaskan bahwa
perbuatan dalam kehidupan sekarang, hasilnya belum sempat dinikmati dalam hidup
ini, maka hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan yang akan sekarang.
3.3 Dua Aspek Hukum Karma
Hukum
karma yang menjadi pokok pembahasan merupakan bagian dari hukum sebab akibat
ini. Selanjutnya kita teruskan pembicaraan tentang dua aspek hukum karma yaitu
aspek kosmis dan aspek moral.
3.4 Sifat Hukum Karma
a.
Hukum karma bersifat abadi
b.
Hukum karma mengikat secara universal
c.
Hukum karma berlaku sepanjang jaman
d.
Hukum karma bersifat sempurna
e.
Tidak ada pengecualian dalam pelaksanaan hukum inti
3.5 Hukum Karma Dengan Unsur Triguna
Karma dipengaruhi oleh unsur Tri Guna
1.
Wikarma adalah karma yang mengandung sifat satwik
2.
Sahaja Karma adalah karma yang mengandung sifat rajasik
3.
Akarma Karma adalah karma yang mengandung sifat tamasik
3.6 Hukum Karma Berdasarkan Kesuciannya
1.
Subha karma adalah seseorang yang suci, benar, damai, penuh kasih sayang,
bajik, dan tanpa kekerasan.
2.
Asubha karma adalah karma seseorang yang tidak benar, gelisah, penuh
kebencian, tidak memiliki kasih sayang, penuh kekerasan.
3.7 Hukum Karma Sesuai Dengan Tri Sarira
Menurut Theosofi badan-badan manusia terdiri dari atas
badan fisik, ethrik, astral maupun metal.
1.
Karma fisik (linga sarira)adalah karma yang disebabkan dan berakibat pada
badan fisik.
2.
Karma astral adalah karma yang terjadi disebabkan dan berakibat dari
perasaan atau keinginan.
3.
Karma metal (suksma sarira) adalah karma yang disebabkan dan memiliki
akibat pada badan metal.
3.8 Dua Macam Karma Menurut Hasilnya
Setiap manusia harus memahami sejelas-jelasnya jenis
karma apa yang harus dilakukannya. Hanya ada dua jenis karma :
1.
Karma yang mengikat (vishaya karma)
Keinginan untuk memperoleh hasilnya. Berhubungan dengan
obyek-obyek lahiriah.
2.
Karma yang membebsakan (sreyo karma)
Tidak ada keinginan pada hasilnya. Setiap kegiatan dalam karma yang
membebaskan menghasilkan sukacita dan keberuntungan yang makin lama makin
bertambah.
0 comments: